Sunday 5 January 2014

Puisi-Puisi Kedaulatan Rakyat, 5 Januari 2013

Puisi-Puisi Munawar Syamsudin - Boyolali













Berita Kehilangan

Telah jauh meninggalkan rumah
Segugus ruh serta seberkas bekas cahaya roh
Telah padam sudah api dalam sekam bara dendam
Menyala tanpa perawatan kehabiSuratan api dan peram


Tinggallah kosong awing-uwung sesosok badan
Tinggallah suwung hampa sosok raga tanpa jiwa
Tidak di bumi atau ke langit dalam sawan
Hilang sinar roh aku tercaplok dalam gelap gulita
Telah hilang rasa antara surge, nirwana dan neraka

2012


Sehelai Daun Ayat

Roh daun gugur sebelum kematian
Dibatalkan gerbang surge hak milik penamaan
Gelisah rentan tong-tong gudang minuman
Anggur dan markisa bukanlah makruh sebelum
Senja memerah tenggelam kuburan malam
Sambil berziarah hukum halal dan haram

2013


Hamengku Buwono IX

Bagiku engkau adalah Wujud Kidam Baka
Bersih hidup membasuh jelaga
Sampai genap pohon silsilah
Dari tanah kembali kepada
Allah

2013


Museum Kematian

Sejak aku mewarisi sepasang gudang tabungan abadi
Serta merta istanaku menjadi masjid tanpa kubah
Sekan surge tapi sangat terasa sebagai museum mati
Permaisuri gelisah di salon kecantikan yang mewah

Dari mahameru beku kubayar sekeping matahari
Kami setubuhi gunung es yang berproses mencair
Kemudian kami mengalir menjadi sepasang kali
Di dasar sungai kami berpuisi seperti molekul air

Terus berjalan dari hulu sampai lahir di ambang hilir
Tapi lautan pun bukanlah samudera paling akhir
Hingga bercinta pun melingkarkan uap yang moksa
Kami terus berjalan tanpa henti sampai alam baka
Hanya orang-orang daluwarsa yang berhutang bahagia

2012


Dialog Ziarah

Tetapi musti hidup harus tetap berjalan
Katamu ketika menguak jendela surga
Sejatinya perpisahan bukan perceraian
Sebab hidup dan awan tetap musti berjalan
Karena mimpi dan angan perlu disemaikan
Katamu kemudian membuka gerbang surga
Tetapi perpisahan ini sesemu perceraian
Bahwa kematian pasangan pasti kehidupan
Kataku serahasia hilang sebuah nama
Hanya tulisan aksara sepasang batu nisan
Hanya kembang kemboja
Menusukkan wangi suci kenangan
Ketika upacara ziarah sampai menembus malam

2012


Bulan, Siapa-Kah

Sepotong bulan
Tegang dikepung awan
Sepotong rembulan
Merah berdarah darah
Retak dan pecah-pecah
Sepotong bulan terbengong
Ditelikung cendawan api menggosong
Wahai bulan. Ada-Kah
Engkau memilihmemilah
Bulan, engkaulah sedang gelisah
Serba sulit dan  susah mengolah
Di antara Tuhan, Tuhan atau Allah
Bulan, Siapa-Kah

2012


Dalang Kalijaga

Bacalah sebuah risalah ayat-ayat suluk
Ditadaruskan roh Kalijaga arwah para wali
Sesederhana upacara nasi sedang tanak
Betapa mujarap suci tapi aku meresap mengerti
Bahwa kita seibu sebapak sekeluarga agung yang sunyi
Sekampung asal-usul halaman sejagat
Semesta Se Ilahi-Ilahi
Setanah sir sedarah daging Sang Ilahi-ilahi

2012


Puisi-Puisi Koran Minggu Pagi


Puisi-puisi Subaidi Pratama*









Dari Sunyi ke Sepi

Subuh ini masih berlagu
Seperti sisa hujan kemarin
Yang tinggal basah di kulit-kulit pohon
Atau bahkan di selembar rambutku
Dari kitab kelahiran menyusun riwayat kematian

Kumasuki lubang suara yang bukan suara
Dari remang ke terang, dari gelap ke cahaya
Dari sunyi ke sepi

Lalu bertemulah aku dengan engkau
Tempat bermula kesunyian
Dimana perempuan dan lelaki
Hanya sibuk memegang kelaminnya sendiri

Malang, 16-07-13


Guru Ngaji

Ma, meja itu berderet
Di tengah anak-anak berjilbab
Di atasnya, ayat-ayat Tuhan yang cantik membentang
Hujan diluar dan guru ngaji belum datang

Kemudian, kulihat ada yang jatuh dari bibir langit
Bukan gerimis atau sekedar gugur hujan
Akan tetapi kalender menyeret  kaki zaman

Waktu mulai merangkak meninggalkan dapur senja
Anak-anak gagal mengeja hijaiyah
Mengeja alif sampai ya’
Kemudian guru ngaji dating
Anak-anak sudah pulang menyisakan huruf petang

Malang, 18-12-12


Dalam Garam Luka

Mungkinkah masih ada sisa waktu
Memutar hujan pada tanah yang tak lagi rindang
Dan pohon-pohon yang kesepian mematahkan senyummya
Dalam reranting musim
Sebagai awan yang tak terjamah angin
Sekaligus air yang tak dipeluk dingin
Kadang aku bertanya saat menyaksikan bara api
Membakari kayu
Padahal di dalamnya masih terjalin persaudaraan

Mungkinkah masih ada jarak yang mengantarkan kita
Pada abad kerinduan
Yang bisa menuntun pikiran-pikiran
Dan kejernihan nurani melihat halaman masa depan
Mengenal tanah dan pohon-pohon enggan menggugurkan airmatanya
Yang senantiasa kian basah dalam garam luka

Malang, 17-03-13


Pengungsi

Aku adalah hewan pengungsi yang terjatuh
Dari panggung Hawa dan Adam
Sebab engkau gagal merengkuh iman

Kemudian aku senantiasa diam menabung nafas
Menyalakan kenangan mimpi yang tengah padam
Di gubuk bar-bar alam yang bernama teka-teki

Dan setelah malam purba aku akan pulang ganti baju
Ke tanah asal-Mu bulan negeriku
Rumah abadi bagi kehidupan bukan pengungsian

Guluk-guluk, 22-4-2010


*Subaidi Pratama: lahir di Jadung Dungkek Sumenep Madura, 11 Juni 1992.
Mahasiswa Unitri Malang. Pendiri komunitas Penyair Sastra IKSABAD Ponpes Annuqayah Sumenep Madura.